Web Hosting

EARLY FROM EDUCATION AND GROWTH WITH EDUCATION

Jumat, 18 Juli 2008

Ketekunan membawa hasil

Ketekunan berlatih juga menjadi kunci keberhasilan siswa SMA Kolese De Britto, Ignatius Yudha Krisdhanarto (18), memperoleh nilai 10 untuk Ekonomi. ”Saya belajar dari soal-soal yang dikerjakan, materinya dan berbagai model soal untuk materi tersebut. Dari situ, saya buat mind map untuk mempermudah belajar,” katanya.

Saut Sandraiz (19) menyatakan tidak menyangka akan meraih nilai tertinggi untuk ujian nasional tingkat sekolah menengah atas se-Lampung 2008.

Namun, saat ditemui di sekolahnya, SMAN 2 Bandar Lampung, Rabu pekan lalu, remaja itu mengaku memang belajar sangat ngoyo karena ingin mendapatkan hasil terbaik.

Cerdas, tekun, bahkan ngoyo menjadi modal para siswa yang berhasil mendapatkan nilai ”sempurna” alias 10 pada mata pelajaran yang diujikan pada ujian nasional. Prestasi mereka tidak lepas dari dukungan dan dorongan dari orangtua serta guru sekolah.

Selain Saut, Kompas menemui Sulistyo Putranto yang juga dari Lampung, Anggun Maretha Indraswari dan Yuniarti dari Ogan Ilir, Sumatera Selatan; Arrosyi Nilasari dan Ignatius Yudha Krisdhanarto dari DI Yogyakarta; Yosua, Ridho Dewanto, dan Bestman Simamora dari Balikpapan.

Saut menuturkan, ayahnya, DL Tobing, adalah sosok yang perfeksionis dan keras. Ayahnya selalu menekankan kepada Saut untuk bekerja dengan hasil maksimal. ”Saya termotivasi untuk mendapatkan hasil terbaik dan menjadi contoh untuk tiga adik saya,” kata Saut, sulung dari empat bersaudara.

Untuk mencapai targetnya, Saut mengikuti baik bimbingan belajar maupun uji coba tes UN di sekolah ataupun di lembaga lain di luar sekolah. Di rumah, ia rajin mengulang pelajaran. Jika biasanya belajar dua jam sehari, memasuki semester kedua kelas tiga, ia menambah waktu belajar selama ia mampu. ”Saya maunya belajar terus,” kata Saut yang juga meraih nilai tinggi dalam ujian nasional SMP 2005, yaitu 27,49 untuk tiga mata pelajaran.

Saat ujian nasional SMA 2008, Saut mendapat nilai akumulasi 57,40. Nilai 10 ia peroleh untuk mata pelajaran Biologi, Matematika 9,75, Kimia 9,75, Fisika 9,5, Bahasa Indonesia 9,20, dan Bahasa Inggris 9,20.

Sama seperti Saut, Sulistyo rajin mengikuti bimbingan belajar dan uji coba tes UN yang diselenggarakan lembaga bimbingan belajar. Sebagai anak kos, Sulistyo termasuk sangat disiplin. Ia belajar keras dengan kesadaran sendiri, tanpa diawasi orang tuanya yang tinggal di kompleks PT Gunung Madu Plantation di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Padahal, sebagai remaja, godaan untuk bermain bersama teman-temannya cukup besar.

”Orangtua sudah mengirim saya jauh-jauh ke Bandar Lampung, saya harus membalas dengan memberikan yang terbaik,” ujar Sulistyo, sulung dari dua bersaudara itu.

Hasilnya, Sulistyo mendapat nilai tertinggi kedua di Lampung, 56,75. Nilai 10 ia peroleh untuk mata pelajaran Biologi. Adapun Matematika 9,75, Fisika 9,50, Kimia 9,50, Bahasa Indonesia 9,40, dan Bahasa Inggris 8,60.

Kini Saut dan Sulistyo diterima di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. ”Saya diterima di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia,” kata Sulistyo.

Berbeda dengan Saut dan Sulistyo, Anggun dan Yuniarti tidak cukup beruntung bisa ikut bimbingan belajar di luar sekolah.

Meski demikian, Anggun berhasil duduk di peringkat lima besar nilai tertinggi tingkat SMA se-Sumatera Selatan. Nilai kumulatifnya 54,6. Pada Matematika ia mendapat nilai 10.

Saat ditemui di rumahnya, di Kompleks RSS Bhakti Guna, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Rabu, Anggun yang baru saja lulus dari SMA Negeri I Indralaya tengah menyapu halaman.

Siswa jurusan IPS itu menuturkan, ia rajin menabung uang jajannya agar bisa membeli buku-buku latihan soal ujian.

Pelajaran tambahan yang diperoleh Anggun hanya dari sekolah yang berlangsung siang seusai jam pelajaran sampai sore hari. Setelah itu, dia belajar bersama beberapa teman sekolahnya untuk mengulang pelajaran.

Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Indralaya Puadi menyatakan, Anggun termasuk siswa yang cerdas. Ia sering menduduki peringkat empat di sekolah dengan nilai rata-rata 8,3. ”Selain itu, sebelum UN berlangsung, kami berdialog dengan orangtua siswa dan meminta agar ada jam belajar di rumah,” ucap Puadi.

Menurut Anggun, keberhasilannya berkat dukungan orangtua dan para guru. Mereka menyemangati dan mendampingi proses belajar Anggun.

Yuniarti, teman Anggun di jurusan IPS di sekolah yang sama, juga mendapat nilai 10 untuk Matematika. Ia tinggal di Desa Lorok, Kecamatan Indralaya.

Menurut Yuniarti, ia tidak pernah malu bertanya kepada guru. Ia sering ke perpustakaan sekolah untuk menambah pemahaman dari buku-buku pelajaran yang tidak ia miliki. Ia juga rajin mengikuti kelompok belajar bersama di sekolah.

Di Yogyakarta, Arrosyi Nilasari (18), siswa jurusan IPS SMAN 6, mengaku bangga memperoleh nilai 10 dalam Matematika. ”Rasanya puas sekali. Kerja keras, latihan soal yang terkadang sampai membosankan, tidak sia-sia,” katanya.

Ketekunan berlatih juga menjadi kunci keberhasilan siswa SMA Kolese De Britto, Ignatius Yudha Krisdhanarto (18), memperoleh nilai 10 untuk Ekonomi. ”Saya belajar dari soal-soal yang dikerjakan, materinya dan berbagai model soal untuk materi tersebut. Dari situ, saya buat mind map untuk mempermudah belajar,” katanya.

Di Kalimantan Timur, ada Yosua, murid jurusan IPA Internasional SMAN 1 Balikpapan yang mendapat nilai 10 untuk Matematika.

Sebagaimana siswa lain, kunci keberhasilannya adalah rajin belajar, mengerjakan soal, serta ikut bimbingan belajar. Hal serupa dilakukan Ridho Dewanto dan Bestman Simamora, teman Yosua yang juga meraih nilai 10 untuk Matematika. Hal yang sama dilakukan Windu Wuringhati, siswa IPS di SMAN 1 Balikpapan, yang meraih nilai 10 untuk Ekonomi.

Mereka berusaha membuktikan masih ada harapan bagi bangsa Indonesia. Tentu saja dengan ketekunan dan kerja keras.
Kompas.com

Tidak ada komentar: